TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara dengan beragam suku, budaya dan agama. Tanah air tercinta kita sebelumnya tidak bernama INDONESIA. wilayah Indonesia dulunya berdiri berbagai macam kerajaan, tentu para pembaca sudah pernah mempelajarinya di saat SD. Namun, dengan semangat kemerdekaan, kerajaan-kerajaan bergabung. Segala lapisan masyarakat bersatu demi mengusir penjajah. Suku, ras, apalagi agama tidak menjadi hambatan, apalagi jurang pemisah di antara mereka.

INDONESIA, sebuah negara yang terbangun dari pertalian nasib bersama para leluhur yang dengan gagah berani memerdekakan nasib dari jeratan kolonialisme. Lewat Pancasila, masyarakat Indonesia terikat dengan nilai-nilai dasar yang teologis, humanis, demokratis serta bercita-citakan keadilan sosial.

Namun, semangat para leluhur kita akhir-akhir ini mulai runtuh, mereka lupa.. atau pura-pura lupa, bahwa Indonesia tidak dibangun oleh orang Islam saja, tapi banyak agama, maupun suku yang turut andil atas kemerdekaan. Sunggu mengherankan apabila ada yang bertanya "apa andil dari orang-orang konghuchu? apa andil orang-orang Nasrani?"...

Meskipun umat Islam adalah mayoritas, akan tetapi tak bisa dipungkiri bahwa ada seorang umat Khonghucu (Yap Tjwan Bing) yang menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Perlu dicatat pula bahwa sewaktu teks Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dibacakan, lokasinya berada di kediaman seorang Tionghoa Khonghucu bernama Sie Kong Liong, di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta (yang sekarang dijadikan Museum Sumpah Pemuda).

 Ataupun kendaraan Kepresidenan pertama adalah mobil sumbangan seorang Tionghoa sebagai bentuk kecintaannya kepada republik yang baru terbentu.

Saya pun baru tahu bahwa Masjid Istiqlal diarsiteki oleh seorang penganut Kristen Protestan yang taat. Friedrich Silaban yang oleh Bung Karno menjulukinya sebagai “by the grace of God” karena kemenangannya mengikuti sayembara desain Mesjid Istiqlal. Kebesaran jiwa dari umat Islam sangat jelas terlihat disini. Mereka mau menerima pemikiran / desain tempat ibadah mereka dari seorang yang non muslim. Bahkan untuk menghormati hasil karya Friedrich Silaban, kita menyebut kubah Mesjid Istiqlal sebagai "Silaban Dom".